Tidak ada bukti otentik yang dapat menjelaskan waktu kelahirannya secara pasti. Ada yang mengatakan Rabi'ah lahir pada tahun 713 M, 714 M dan ada pula yang mengatakan tahun 717 M.
Sedangkan tempat kelahirannya tidak ada perbedaan, yaitu di Basrah (Irak). Rabi'ah dilahirkan dalam keluarga yang miskin. Ayahnya bernama Ismail. Dan konon keluarga Ismail hidup dengan penuh takwa dan iman kepada Allah, tak henti-hentinya melakukan zikir dan beribadah melaksanakan ajaran-ajaran Islam.
Kondisi hidup dalam kemiskinan menyebabkan Ismail dan istrinya selalu berdoa mohon dikaruniai anak laki-laki, yang diharapkan dapat membantu mengurangi penderitaan yang dialami. Namun derita kemiskinannya semakin terasa karena sampai lahir tiga anak semuanya perempuan. Karenanya Ismail benar-benar meningkatkan ibadahnya dan memohon agar janin yang dikandung istrinya, yang keempat, adalah laki-laki.
Allah menghendaki lain. Manusia boleh berusaha, tetapi Dia yang menentukan segalanya. Anak keempat pun lahir perempuan. Pupuslah harapan Ismail. Kemiskinan benar-benar menyelimutinya. Menyambut kelahiran Rabi'ah dengan derita, istri Ismail berkata kepada suaminya, "Kanda tercinta, pergilah ke rumah sebelah. Mungkin mereka memiliki kain bekas yang pantas dihadiahkan kepada kita, tolong mintalah. Biar anak kita yang baru lahir bisa kita selimuti dengan sepotong kain."
Keinginan istrinya itu dipenuhinya, namun tak seorang tetangga pun yang mau membukakan pintu untuk memberikan atau meminjamkan sepotong kain. Maka Ismail menghibur istrinya.
"Istriku, tetangga kita sedang tidur nyenyak. Bersyukurlah kepada Allah karena selama hayat kita belum pernah meminta-minta. Lebih baik selimuti saja anak kita dengan sepotong kain yang masih basah itu. Percaya dan tawakkallah kepada Allah. Tentu Dia akan memberikan jalan keluar yang terbaik buat kita. Dan hanya Dialah yang memelihara serta memberikan kecukupan pada kita. Percayalah wahai istriku tercinta."
Ismail menamakan Rabi'ah, karena ia adalah anak yang keempat. Istri dan anaknya tidak setuju dengan nama tersebut yang dianggap aneh dan jelek, maka Ismail pun merasa sangat sedih. Akan tetapi saat tidur, malam hari, Ismail mimpi bertemu Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW berkata, "Janganlah engkau bersedih, karena putrimu itu akan menjadi seorang wanita yang mulia, sehingga banyak orang akan mengharapkan syafaatnya." Kemudian Rasulullah menyuruh ayah Rabi'ah untuk pergi menemui Isa Zadan, Amir Basrah, dengan menyiapkan sepucuk surat berisi pesan Rasulullah SAW seperti yang disampaikan dalam mimpinya. "Hai Amir, engkau biasanya shalat 100 rakaat setiap malam, dan setiap malam Jumat 400 rakaat. Tetapi pada malam Jumat yang terakhir, engkau lupa melaksanakannya. Oleh karena itu, hendaklah engkau membayar 400 dinar, kepada yang membawa surat ini, sebagai kifarat atas kelalaian itu." Pada pagi hari, ayah Rabi'ah menulis sepucuk surat seperti yang dipesankan oleh Rasulullah dan pergi ke istana Amir. Karena tidak dapat langsung menemui Amir, surat itu diserahkan kepada pengawal istana yang langsung pergi menghadap Amir. Ketika Amir membaca surat dari ayah Rabi'ah, ia segera memerintahkan untuk segera menyerahkan 400 dinar. Namun ia segera membatalkan perintahnya seraya berkata, "Biarlah aku sendiri yang mengantarkan uang ini, sebagai penghormatan terhadap orang yang mengirim pesan ini. Dan aku akan mengawasi anaknya yang mulia ini."
Dengan peristiwa tersebut, maka berubahlah persepsi Ismail dan istrnya terhadap anak perempuannya yang keempat. Kemudian mereka menyambut kehadiran Rabi'ah dengan bahagia.
bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar