Sabtu, 13 Agustus 2016

Membaca Surat al-Fatihah

Setelah membaca doa iftitah dianjurkan diam sejenak, kemudian membaca surat al-Fatihah. Surat al-Fatihah wajib dibaca karena merupakan rukun shalat, baik dalam shalat fardhu maupun shalat sunnah. Berdasarkan hadits Nabi Saw:

"Dari Ubadah bin Shamit, Nabi Saw menyampaikan padanya bahwa tidak sah shalatnya orang yang tidak membaca surat al-Fatihah." (Shahih al-Bukhari, Juz I, halaman 263 [723], Shahih Muslim, Juz I, halaman 259 [34]).

Sebagai rukun dari shalat, surat al-Fatihah harus dibaca dengan sempurna. Sesuai dengan urutan ayatnya, serta memperhatikan kaidah-kaidah tajwid.

"Rukun shalat yang keempat adalah membaca surat al-Fatihah dengan menyertakan basmalah, dan memperhatikan tasydid, kesinambungan bacaan, urutan ayat, melafalkan huruf secara benar dan tidak ada kekeliruan yang merusak maknanya." (Sullam al-Taufiq: 30).


Dalam membaca surat al-Fatihah, ada beberapa hal yang diperhatikan:

1. Membaca ta'awwudz
Sebagaimana adab membaca al-Qur'an, sebelum membaca surat al-Fatihah sunnah didahului dengan ta'awwudz, yakni bacaan:

A'uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim (Aku berlindung kepada Allah Swt dari godaan setan yang terkutuk).

Dibaca secara pelan, sekalipun pada shalat jahriyyah (shalat yang bacaannya diucapkan dengan keras). Syaikh Nawawi menjelaskan:

"Kemudian bacalah A'uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim." (Syarh Maraqi al-Ubudiyyah: 47-48).

Kesunnahan ta'awwudz didasarkan pada firman Allah Swt:

"Apabila kamu membaca al-Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk." (QS. al-Nahl: 98).

2. Membaca basmalah
Membaca surat al-Fatihah diawali dengan basmalah. Hukum membaca basmalah adalah wajib karena merupakan ayat dari surat al-Fatihah. Oleh karena itu, tidak sah jika seseorang shalat tanpa membaca basmalah.

Kesimpulan bahwa basmalah merupakan bagian dari surat al-Fatihah adalah berdasarkan firman Allah Swt:

"Dan sungguh Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang berulang-ulang dan al-Qur'an yang agung." (QS. al-Hijr: 87).

Yang dimaksud dengan tujuh ayat yang berulang-ulang adalah surat al-Fatihah, sebab al-Fatihah itu terdiri dari tujuh ayat yang dibaca secara berulang-ulang pada tiap-tiap rakaat shalat. Dalam sebuah hadits disebutkan:

"Dari Abu Hurairah ra beliau berkata, "Rasulullah Saw bersabda bahwa al-hamdulillaahi rabbil 'aalamiin merupakan induk al-Qur'an, pokoknya al-Kitab, serta surat al-sab'ul matsaani." (Sunan Abi Dawud, Juz I, halaman 461 [1457], Sunan al-Tirmidzi, Juz V, halaman 297 [3124], Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz II, halaman 448 [9789], tergolong hadits hasan dan shahih).

Dalam hadits tersebut jelaslah bahwa basmalah adalah ayat yang pertama dari surat al-Fatihah. Sebab jika tanpa basmalah, maka surat al-Fatihah itu hanya terdiri dari enam ayat, dan ini tidak sesuai dengan penyebutan tujuh ayat yang berulang-ulang itu. Perintah Rasulullah Saw dalam sebuah hadits:

"Dari Abu Hurairah ra ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Jika kalian membaca al-hamdulillaah (surat al-Fatihah) maka bacalah bismillaahirrahmaanirrahiim. Sesungguhnya al-Fatihah itu induk al-Qur'an dan al-Kitab serta tujuh ayat yang diulang-ulang. Dan bismillaahirrahmaanirrahiim adalah salah satu ayatnya." (Sunan al-Daruquthni, Juz I, halaman 312 [36], Sunan al-Baihaqi, Juz II, halaman 45 [36]. Sanad hadits ini adalah shahih).

Perintah ini kemudian dipraktikkan sendiri oleh Rasulullah Saw:

"Dari Ummi Salamah, sesungguhnya Rasulullah Saw di dalam shalat membaca "bismillaahirrahmaanirrahiim" dan menghitungnya sebagai ayat pertama, "Alhamdulillaahi rabbil 'aalamiin" ayat kedua, "arrahmaanirrahiim" ayat ketiga, "maaliki yaumiddiin" ayat ke empat. Dan Rasulullah Saw bersabda, "Begitu pula "iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin". Dan beliau menunjukkan lima jarinya." (Sunan al-Baihaqi, Juz II, halaman 4 [2214], Shahih Ibn Khuzaimah, Juz I, halaman 248 [493], al-Mustadrak ala al-Shahihain, Juz I, halaman 356 [848]. Menurut Ibn Khuzaimah dan al-Hakim, hadits ini shahih).

Berdasarkan dalil ini, Imam Syafi'i mengatakan bahwa basmalah merupakan bagian dari ayat yang tujuh dalam surat al-Fatihah. Jika ditinggalkan, baik seluruhnya maupun sebagian, maka rakaat shalatnya menjadi tidak sah.

"Imam Syafi'i mengatakan bahwa basmalah merupakan tujuh ayat dari surat al-Fatihah. Apabila ditinggalkan atau tidak dibaca sebagian ayatnya, maka rakaatnya tidak cukup." (al-Umm, Juz I, halaman 129).

Karena merupakan bagian dari surat al-Fatihah, maka basmalah ini juga dianjurkan untuk dikeraskan ketika seseorang membaca al-Fatihah dalam shalat jahriyyah. Sesuai dengan hadits Nabi Saw:

"Dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi Saw (selalu) mengeraskan basmalah (dalam shalat)." (Sunan al-Daruquthni, Juz I, halaman 307 [20], al-Mu'jam al-Kabir, Juz X, halaman 277 [10651], al-Mu'jam al-Awsath, Juz I, halaman 15 [35]).

Kesunnahan mengeraskan bacaan basmalah ini ditegaskan di dalam banyak kitab hadits. Itulah sebabnya amaliah ini terus diamalkan dari generasi ke generasi yang lain sebagaimana dicontohkan oleh sahabat nabi dan para pengikutnya.

"Dari Muhammad bin Abi al-Sirri al-Asqallani ia berkata, "Aku sering shalat Subuh dan Magrib bermakmum kepada Mu'tamar bin Sulaiman. Dan ia mengeraskan bacaan basmalah sebelum al-Fatihah dan setelahnya. Dan aku mendengar Mu'tamar berkata, "Cara seperti ini aku lakukan karena aku mengikuti shalat ayahku. Dan ayahku berkata, "Aku mengikuti shalat Anas bin Malik ra. Dan Anas bin Malik ra berkata, "Aku mengikuti cara shalat Rasulullah Saw." (al-Mustadrak, Juz I, halaman 385 [854]).

Atas beberapa dalil ini, Ali Nayif Biqa'i dalam tahqiq kitab Idza Shahha al-Hadits Fahuwa Madzhabi karangan al-Subki menjelaskan:

"Ibnu Khuzaimah berkata dalam sebuah karangannya, (pendapat yang mengatakan sunnah) mengeraskan basmalah merupakan pendapat yang benar. Telah ada hadits dari Nabi Saw dengan sanad yang muttashil (urusan perawi hadits yang sampai langsung kepada Rasulullah Saw), tidak diragukan, serta tidak ada keraguan dari para ahli hadits tentang shahih serta muttashil-nya sanad hadits ini. Lalu Ibnu Khuzaimah berkata, "Telah jelas, dan telah terbukti bahwa Nabi Saw (dalam hadits yang menyatakan) mengeraskan bacaan basmalah dalam shalat." (Ma'na Qawl al-Imam al-Muththalibi Idza Shahha al-Hadits Fahuwa Madzhabi: 161).

3. Membaca Amin
Setelah selesai membaca al-Fatihah, kemudian membaca amin. Dalam hadits:

"Dari Wail bin Hujr ia berkata, "Saya mendengar Nabi Saw membaca: "Ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh dhaalliin", lalu beliau membaca Amiin dan mengeraskan suaranya." (Sunan al-Tirmidzi, Juz II, halaman 27 [248], Sunan al-Baihaqi, Juz II, halaman 58 [2283]).

Mengenai tata cara membaca amin tersebut Syaikh Nawawi menjelaskan:

"Bacaan amin itu jangan disambung dengan waladh dhaalliin (akhir surat al-Fatihah). Tetapi keduanya harus dipisah dengan berhenti sejenak untuk membedakan bacaan al-Qur'an dan dzikir. Dan ketika itu disunnahkan membaca: "Rabbighfirlii" (Tuhanku, ampunilah aku)." (Syarh Maraqi al-Ubudiyah: 48).

Mengenai doa yang dibaca sebelum membaca amin tersebut terdapat riwayat dari Ibrahim al-Nakha'i, seorang tabi'in, sebagaimana dikutip oleh Imam Jalaluddin al-Suyuthi dalam kitabnya al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma'tsur (1/92), sebagai berikut:

"Dari Ibrahim al-Nakha'i, dia berkata, "Disunnahkan ketika imam telah membaca ayat "ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh dhaalliin" membaca doa "Rabbighfirli aamiin." (al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma'tsur [1/92]).

Hal ini kemudian diamalkan oleh para ulama salaf di mana mereka telah menyontohkan kepada kita beberapa redaksi doa yang bisa dibaca di dalam shalat. Sebagaimana doa Imam Ahmad bin Hanbal dalam shalatnya sebagai berikut:

"Imam Ahmad bin Hanbal berkata, "Saya mendoakan Imam al-Syafi'i di dalam shalat saya selama empat puluh tahun. Saya berdoa: "Allaahummaghfirlii waliwaalidayya wa limuhammadibni idriisasy syaafi'ii" (Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orangtuaku, dan (ampunilah) Muhammad bin Idris al-Syafi'i)." (al-Hafizh al-Baihaqi, Manaqib al-Syafi'i, Juz II, halaman 254).

Jelas sekali bahwa doa seperti di atas tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Namun meskipun demikian, jika Imam Ahmad bin Hanbal membacanya selama empat puluh tahun dalam shalat beliau, itu menunjukkan bahwa tidak ada larangan untuk membaca doa tersebut. Begitu pula dengan doa yang biasa dibaca sebelum mengucapkan kata "amiin" dalam shalat setelah membaca surat al-Fatihah. Bukankah arti shalat adalah doa, yang mengandung makna bahwa kita diperkenankan untuk memanjatkan doa-doa selama mengerjakan shalat. Dengan catatan tetap menggunakan bahasa Arab karena hal inilah yang sesuai dengan kondisi shalat yang dilaksanakan.        
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar