Selasa, 06 Juni 2017

Muhammad - Khadijah : Kisah Cinta Abadi




MUHAMMAD – KHADIJAH: KISAH CINTA ABADI
(Memperingati Haul Sayyidatina Khadijah al-Kubra Ke-1441)

Siapakah orang paling beruntung di dunia ini? Yang hidup dalam cinta dan bimbingan menuju surga dari suami terbaik yang pernah berjalan di muka bumi ini? Ia adalah ummu mukminin pertama, Sayyidatina Khadijah al-Kubra binti Khuwailid.

Mungkin sudah ribuan penulis yang mengabadikan kisah cinta mereka dalam berbagai tulisan. Namun diri ini tak pernah bosan membaca dan mendengar kisah cinta sejati itu.

Khadijah binti Khuwailid adalah wanita yang paling dicintai oleh Rasulullah. Pengorbanan Khadijah yang begitu besar, dukungan serta kesabarannya dalam menemani Nabi berdakwah membuat posisinya begitu utama di hati Rasulullah. Tak heran jika kematiannya begitu membuat Rasulullah berduka karena ia kehilangan pegangan yang kuat dalam berdakwah.


Rasulullah pernah berkata tentang wanita ahli surga. Mereka adalah Maryam, Fatimah az Zahra, Asiyah istri Firaun dan tentu saja Khadijah binti Khuwailid. Bahkan Aisyah, yang juga merupakan istri kesayangan Rasulullah pernah mendapat kemarahan Nabi karena sedikit menghina Khadijah dengan menyebutnya sebagai sosok yang hanya wanita tua. Aisyah kesal karena Nabi selalu menyebut-nyebut nama Khadijah. Marahlah Rasulullah seraya berkata, “Dialah yang pertama beriman padaku ketika orang-orang mendustakanku. Dialah yang memberikan hartanya ketika orang-orang menahan hartanya untukku, dan dialah yang memberiku anak ketika istri-istiku yang lain tidak memberiku anak.” (Istri-istri Rasulullah memang tidak memberikan Rasulullah keturunan kecuali Mariyah Al-Qibtiah yang memberikan Rasulullah anak bernama Ibrahim, tetapi ia meninggal saat masih kecil). Sejak saat itu Aisyah tidak pernah menyinggung tentang Khadijah karena ia tahu betul posisi Khadijah di hati Baginda.

Sudah sejak awal Khadijah memendam rasa kepada Muhammad. Hal itu karena ia begitu kagum dengan budi pekerti Muhammad yang luar biasa baik. Hal ini membuatnya teringat akan perkataan sepupunya Waraqah yang mengatakan akan datang nabi terakhir yang akan mengajak manusia menyembah Allah dan memerangi kebatilan. Ia bertanya-tanya, “Mungkinkah ia Muhammad?’’

Hal itu berlanjut ketika ia bermimpi bahwa ada sebuah cahaya yang jatuh di rumahnya sehingga menerangi rumahnya. Hal ini diceritakan kepada Waraqah. Jawaban Waraqah yang mengatakan agar Khadijah berbahagia karena rumahnya akan diselimuti cahaya kenabian membuat Khadijah berbinar. Pernikahan mereka pun terjadi. Lamaran Khadijah yang disampaikan oleh sahabatnya, Nafisah diterima oleh Muhammad. Pernikahan suci nan penuh berkah, pernikahan antara lelaki terbaik dan wanita terbaik. Kehidupan rumah tangga mereka begitu bahagia dengan anak-anak yang dilahirkan Khadijah.

Meskipun Khadijah adalah saudagar yang kaya raya, Rasulullah tidaklah berpangku tangan. Ia tetap berdagang dan juga membantu pekerjaan rumah tangga. Khadijah selalu menemani suaminya apapun kondisinya. Saat nabi pertama kali menerima wahyu dan pulang ke rumah dengan menggigil, Khadijah menyelimuti nabi dan menghapus kegundahan suaminya. Ia percaya akan semua perkataan suaminya.

Ialah wanita pertama yang masuk islam. Tak segan ia mengorbankan hartanya yang berlimpah guna keperluan menjalankan perintah Allah. Allah pun begitu menyayangi Khadijah. Hal ini dibuktikan lewat sebuah hadist riwayat Bukhari di mana suatu ketika Jibril mendatangi Rasulullah, “Wahai Muhammad, Khadijah akan datang kepadamu membawa makanan dan minuman. Saat ia datang sampaikan salam dari Allah dan dariku padanya.

Wanita manakah yang kiranya mendapat salam dari Allah Tuhan semesta alam jika bukan wanita terbaik?

Galilah Kuburku dan Ambil Tulang Belulangku

Suatu hari ketika Rasulullah pulang dari berdakwah, beliau masuk ke dalam rumah. Khadijah menyambut dan hendak berdiri di depan pintu. Ketika Khadijah hendak berdiri, Rasulullah bersabda, Wahai Khadijah tetaplah kamu ditempatmu.”

Ketika itu Khadijah sedang menyusui Fatimah yang masih bayi. Saat itu seluruh kekayaan mereka telah habis. Seringkali makanan pun tak punya. Sehingga ketika Fatimah menyusu, bukan air susu yang keluar akan tetapi darah. Darahlah yang masuk dalam mulut Fatimah ra.
Kemudian beliau Saw mengambil Fatimah dari gendongan istrinya lalu diletakkan di tempat tidur. Rasulullah yang lelah seusai pulang berdakwah dan menghadapi segala caci maki dan fitnah manusia itulalu berbaring di pangkuan Khadijah. Rasulullah tertidur. Ketika itulah Khadijah membelai kepala Rasulullah dengan penuh kelembutan dan rasa sayang. Tak terasa air mata Khadijah menetes di pipi Rasulullah. Beliau pun terjaga.

Wahai Khadijah. Mengapa engkau menangis? Adakah engkau menyesal bersuamikan aku? tanya Rasulullah dengan lembut.

Dahulu engkau wanita bangsawan, engkau mulia, engkau hartawan. Namun hari ini engkau telah dihina orang. Semua orang telah menjauhi dirimu. Seluruh kekayaanmu habis. Adakah engkau menyesal wahai Khadijah bersuamikan aku?" lanjut Rasulullah tak kuasa melihat istrinya menangis.

“Wahai suamiku, sungguh bukan itu yang kutangiskan," jawab Khadijah.

"Dahulu aku memiliki kemuliaan. Kemuliaan itu telah aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Dahulu aku adalah bangsawan, kebangsawanan itu juga aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Dahulu aku memiliki harta kekayaan. Seluruh kekayaan itu pun telah aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya.

"Wahai Rasulullah. Sekarang aku sudah tak punya apa-apa lagi. Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini. Wahai suamiku. Sekiranya nanti aku mati sedangkan perjuanganmu ini belum usai, sekiranya engkau hendak menyebrangi sebuah lautan, sekiranya engkau hendak menyebarangi sungai, namun engkau tidak memperoleh perahu ataupun jembatan, maka galilah kuburku, ambillah tulang belulangku. Jadikanlah ia sebagai jembatan atau perahu untuk engkau gunakan  menyeberangi sungai itu, supaya engkau bisa berjumpa dengan manusia dan melanjutkan dakwahmu.
Ingatkan mereka tentang kebesaran Allah. Ingatkan mereka kepada yang hak. Ajak mereka kepada Islam, wahai Rasulullah
.”

Kini air mata Rasulullah yang menetes menyimak ungkapan ketulusan cinta dari Khadijah al-Kubra.

Permintaan Terakhir Khadijah al-Kubra

Ketika Sayyidah Khadijah sakit menjelang ajal, beliau berkata kepada Rasulullah, “Aku memohon maaf kepadamu, Ya Rasulullah, kalau aku sebagai istrimu belum berbakti kepadamu.”

Jauh dari itu ya Khadijah. Engkau telah mendukung dawah Islam sepenuhnya, jawab Rasulullah

Kemudian Khadijah memanggil Fatimah Azzahra dan berbisik, “Fatimah putriku, aku yakin ajalku segera tiba, yang kutakutkan adalah siksa kubur. Tolong mintakan kepada ayahmu, aku malu dan takut memintanya sendiri, agar beliau memberikan sorbannya yang biasa untuk menerima wahyu agar dijadikan kain kafanku.”

Mendengar itu Rasulullah berkata, Wahai istriku sayang, Allah menitipkan salam kepadamu dan telah mempersiapkan tempatmu di dalam Surga.”

Ummul Mukminin, Khadijah al-Kubra pun menghembuskan nafas terakhirnya dipangkuan Rasulullah. Beliau mendekap erat kekasih hati yang sudah tak bernyawa itu dengan perasaan pilu yang teramat sangat. Tumpahlah air mata mulia Rasulullah dan semua orang yang ada di situ.

KAIN KAFAN DARI ALLAH

Saat itu malaikat Jibril turun dari langit dengan mengucap salam dan membawa lima kain kafan. Rasulullah menjawab salam Jibril, kemudian bertanya, Untuk siapa sajakah kain kafan itu, ya Jibril?
“Kafan ini untuk Khadijah, untuk engkau ya Rasulullah, untuk Fatimah, Ali dan Hasan,” jawab Jibril.
Kata-kata malaikat Jibril tertahan, ada kata yang begitu berat untuk ia ucapkan.
Rasulullah bertanya, Kenapa, ya Jibril?
Cucumu yang satu, Husain tidak memiliki kafan, dia akan dibantai dan tergeletak tanpa kafan dan tak dimandikan,” sahut Jibril.

Rasulullah kemudian mendekat ke jasad Khadijah seraya berbisik, “Wahai Khadijah istriku sayang, demi Allah, aku takkan pernah mendapatkan istri sepertimu. Pengabdianmu kepada Islam dan diriku sungguh luar biasa. Allah Maha Mengetahui semua amalamu. Semua hartamu kau hibahkan untuk Islam. Kaum muslimin pun ikut menikmatinya. Semua pakaian kaum muslimin dan pakaianku ini juga darimu. Namun begitu, mengapa permohonan terakhirmu kepadaku hanyalah selembar sorban?Tersedu Rasulullah mengenang istri yang sangat dicintainya itu.

Ya, Sayyidah Khadijah telah menyerahkan seluruh miliknya kepada Rasulullah demi tegaknya Islam. Dua pertiga kekayaan Kota Mekkah adalah milik Khadijah. Tetapi ketika Khadijah hendak wafat, tidak ada kain kafan yang bisa digunakan untuk menutupi jasadnya. Bahkan pakaian yang digunakan Khadijah ketika itu adalah pakaian yang sudah sangat usang dengan 83 tambalan diantaranya dengan kulit kayu.

Rasulullah kemudian berdoa kepada Allah, “Ya ALLAH, ya Ilahi Rabbi, limpahkanlah rahmat-Mu kepada Khadijahku, yang selalu membantuku dalam menegakkan Islam. Mempercayaiku pada saat orang lain menentangku. Menyenangkanku pada saat orang lain menyusahkanku. Menentramkanku pada saat orang lain membuatku gelisah. Oh Khadijahku sayang, kini kau meninggalkanku sendirian dalam perjuanganku.

Pernikahan yang berlangsung selama seperempat abad itu kini harus berakhir sementara (kenapa sementara? Karena mereka pasti akan dipersatukan oleh Allah di surga, sebaik-baiknya tempat). Khadijah menghadap Allah, menghembuskan nafas terakhirnya di pangkuan suami tercinta. Bertambah beratlah beban Rasulullah dalam menyeru perintah Allah. Ia kehilangan pegangan dan tempatnya melipur lara. Sepeninggal Khadijah, dari sebuah riwayat, Fatimah bertanya kepada ayahnya, “Dimanakah kini ibuku, Khadijah, berada?” “Disebuah rumah yang terbuat dari emas permata di mana tidak ada kegundahan di dalamnya. Ia berada di antara Maryam dan Asiyah,” jawab Rasulullah.

Sepotong kisah cinta abadi, antara seorang istri yang patuh, bakti dan taat pada suami dengan seorang suami yang mencintai, mengayomi dan membimbing istri menuju surga Ilahi.

Hari ini, tepat 1441 tahun Sayyidatina Khadijah meninggalkan kita semua. Tentu kini beliau telah bersatu dengan kekasih hatinya, Rasulullah. Semoga kisah cinta mereka menginspirasi kita dalam menjalani sisa kehidupan ini. Dan semoga di akhirat kelak kita dikumpulkan bersama mereka.

Ilaa hadlratin Nabiyyil musthafa, wa ilaa Khadijah al Kubra, al Fatihah.****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar