MUHAMMAD – KHADIJAH: KISAH CINTA ABADI
(Memperingati Haul Sayyidatina Khadijah al-Kubra Ke-1441)
Siapakah orang paling beruntung di
dunia ini? Yang hidup dalam cinta dan bimbingan menuju surga dari suami terbaik
yang pernah berjalan di muka bumi ini? Ia adalah ummu mukminin pertama, Sayyidatina Khadijah
al-Kubra binti
Khuwailid.
Mungkin sudah
ribuan penulis yang mengabadikan kisah cinta mereka dalam berbagai
tulisan. Namun diri
ini tak pernah bosan membaca
dan mendengar kisah cinta sejati itu.
Khadijah binti Khuwailid adalah wanita yang
paling dicintai oleh Rasulullah. Pengorbanan Khadijah yang begitu besar, dukungan
serta kesabarannya dalam menemani Nabi berdakwah membuat posisinya begitu utama
di hati Rasulullah. Tak heran jika kematiannya begitu membuat Rasulullah
berduka karena ia kehilangan pegangan yang kuat dalam berdakwah.
Rasulullah pernah berkata tentang wanita ahli surga. Mereka adalah
Maryam, Fatimah
az Zahra, Asiyah
istri Fir’aun
dan tentu saja Khadijah binti Khuwailid. Bahkan Aisyah, yang juga merupakan
istri kesayangan Rasulullah pernah mendapat kemarahan Nabi karena sedikit menghina Khadijah
dengan menyebutnya sebagai sosok yang
hanya wanita tua. Aisyah kesal karena Nabi selalu
menyebut-nyebut nama Khadijah. Marahlah Rasulullah seraya berkata, “Dialah yang pertama beriman padaku
ketika orang-orang mendustakanku. Dialah yang memberikan hartanya ketika
orang-orang menahan hartanya untukku, dan dialah yang memberiku anak ketika
istri-istiku yang lain tidak memberiku anak.” (Istri-istri Rasulullah memang tidak
memberikan Rasulullah keturunan kecuali Mariyah Al-Qibtiah yang memberikan
Rasulullah anak bernama Ibrahim, tetapi ia meninggal saat masih kecil). Sejak saat itu Aisyah
tidak pernah menyinggung tentang Khadijah karena ia tahu betul posisi Khadijah
di hati Baginda.
Sudah sejak awal Khadijah memendam rasa kepada
Muhammad. Hal itu karena ia begitu kagum dengan budi pekerti Muhammad yang luar
biasa baik. Hal
ini membuatnya teringat akan perkataan sepupunya Waraqah yang mengatakan akan
datang nabi terakhir yang akan mengajak manusia menyembah Allah dan memerangi
kebatilan. Ia bertanya-tanya, “Mungkinkah ia Muhammad?’’
Hal itu berlanjut
ketika ia bermimpi bahwa ada sebuah cahaya yang jatuh di rumahnya sehingga
menerangi rumahnya. Hal ini diceritakan kepada Waraqah.
Jawaban Waraqah yang mengatakan agar Khadijah berbahagia karena rumahnya akan
diselimuti cahaya kenabian membuat Khadijah berbinar. Pernikahan mereka pun
terjadi. Lamaran Khadijah yang disampaikan oleh sahabatnya, Nafisah diterima oleh Muhammad.
Pernikahan suci nan penuh berkah, pernikahan antara lelaki terbaik dan wanita
terbaik. Kehidupan rumah tangga mereka begitu bahagia dengan anak-anak yang
dilahirkan Khadijah.
Meskipun Khadijah
adalah saudagar yang kaya raya, Rasulullah tidaklah berpangku tangan. Ia
tetap berdagang dan juga membantu pekerjaan rumah tangga. Khadijah selalu
menemani suaminya apapun kondisinya. Saat nabi pertama kali menerima wahyu dan
pulang ke rumah dengan menggigil, Khadijah menyelimuti nabi dan menghapus kegundahan
suaminya. Ia percaya akan semua perkataan suaminya.
Ialah wanita pertama yang masuk islam.
Tak segan ia mengorbankan hartanya yang berlimpah guna keperluan menjalankan
perintah Allah. Allah pun begitu menyayangi Khadijah. Hal ini dibuktikan lewat
sebuah hadist riwayat Bukhari di mana suatu ketika Jibril mendatangi Rasulullah, “Wahai Muhammad,
Khadijah akan datang kepadamu membawa makanan dan minuman. Saat ia datang
sampaikan salam dari Allah dan dariku padanya.”
Wanita manakah yang kiranya mendapat
salam dari Allah Tuhan semesta alam jika bukan wanita terbaik?
Galilah Kuburku
dan Ambil Tulang Belulangku
Suatu hari
ketika Rasulullah pulang dari berdakwah, beliau masuk
ke dalam rumah. Khadijah menyambut dan hendak
berdiri di depan pintu. Ketika Khadijah hendak berdiri, Rasulullah bersabda, “Wahai Khadijah tetaplah kamu ditempatmu.”
Ketika itu
Khadijah sedang menyusui Fatimah yang masih bayi. Saat itu
seluruh kekayaan mereka telah habis. Seringkali makanan pun tak
punya. Sehingga ketika Fatimah menyusu, bukan air susu yang keluar akan tetapi
darah. Darahlah yang masuk dalam mulut Fatimah ra.
Kemudian beliau Saw mengambil
Fatimah dari gendongan istrinya lalu diletakkan di tempat tidur. Rasulullah
yang lelah seusai pulang berdakwah dan menghadapi segala caci maki dan fitnah
manusia itulalu berbaring di pangkuan Khadijah. Rasulullah
tertidur. Ketika itulah Khadijah membelai kepala Rasulullah dengan penuh
kelembutan dan rasa sayang. Tak terasa air mata Khadijah menetes di pipi
Rasulullah. Beliau pun terjaga.
“Wahai
Khadijah. Mengapa engkau menangis? Adakah engkau menyesal bersuamikan aku?” tanya
Rasulullah dengan lembut.
“Dahulu
engkau wanita bangsawan, engkau mulia, engkau hartawan. Namun hari ini engkau
telah dihina orang. Semua orang telah menjauhi dirimu. Seluruh kekayaanmu
habis. Adakah engkau menyesal wahai Khadijah bersuamikan aku?" lanjut
Rasulullah tak kuasa melihat istrinya menangis.
“Wahai suamiku, sungguh bukan itu yang kutangiskan," jawab Khadijah.
"Dahulu aku memiliki kemuliaan. Kemuliaan itu telah aku serahkan untuk
Allah dan Rasul-Nya. Dahulu aku adalah bangsawan, kebangsawanan
itu juga aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Dahulu
aku memiliki harta kekayaan. Seluruh kekayaan itu pun telah
aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya.”
"Wahai
Rasulullah. Sekarang aku sudah tak punya
apa-apa lagi. Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini. Wahai suamiku. Sekiranya nanti aku mati sedangkan perjuanganmu ini belum usai, sekiranya
engkau hendak menyebrangi sebuah lautan, sekiranya engkau hendak menyebarangi
sungai, namun engkau tidak memperoleh perahu ataupun jembatan, maka galilah kuburku,
ambillah tulang belulangku. Jadikanlah ia sebagai
jembatan atau perahu untuk engkau gunakan menyeberangi sungai
itu, supaya engkau bisa berjumpa dengan manusia
dan melanjutkan dakwahmu.
Ingatkan mereka tentang kebesaran Allah. Ingatkan mereka kepada yang hak. Ajak mereka kepada Islam, wahai Rasulullah.”
Ingatkan mereka tentang kebesaran Allah. Ingatkan mereka kepada yang hak. Ajak mereka kepada Islam, wahai Rasulullah.”
Kini air mata Rasulullah yang menetes menyimak ungkapan ketulusan cinta
dari Khadijah al-Kubra.
Permintaan
Terakhir Khadijah al-Kubra
Ketika Sayyidah Khadijah sakit menjelang ajal, beliau berkata kepada
Rasulullah, “Aku memohon maaf kepadamu, Ya Rasulullah, kalau aku sebagai
istrimu belum berbakti kepadamu.”
“Jauh dari
itu ya Khadijah. Engkau telah mendukung dawah Islam sepenuhnya,” jawab
Rasulullah
Kemudian Khadijah memanggil Fatimah Azzahra dan berbisik, “Fatimah putriku,
aku yakin ajalku segera tiba, yang kutakutkan adalah siksa kubur. Tolong
mintakan kepada ayahmu, aku malu dan takut memintanya sendiri, agar beliau
memberikan sorbannya yang biasa untuk menerima wahyu agar dijadikan kain
kafanku.”
Mendengar
itu Rasulullah berkata, “Wahai istriku sayang, Allah menitipkan salam kepadamu dan telah mempersiapkan tempatmu di dalam Surga.”
Ummul Mukminin, Khadijah al-Kubra pun menghembuskan nafas terakhirnya dipangkuan Rasulullah. Beliau
mendekap erat kekasih hati yang sudah tak bernyawa itu dengan
perasaan pilu yang teramat sangat. Tumpahlah air mata mulia Rasulullah dan semua orang yang ada di situ.
KAIN KAFAN
DARI ALLAH
Saat itu malaikat
Jibril turun dari langit dengan mengucap salam dan membawa lima kain kafan.
Rasulullah menjawab salam Jibril, kemudian
bertanya, “Untuk siapa
sajakah kain kafan itu, ya Jibril?”
“Kafan ini untuk Khadijah, untuk engkau ya Rasulullah, untuk Fatimah, Ali
dan Hasan,” jawab Jibril.
Kata-kata malaikat Jibril tertahan, ada kata yang begitu berat untuk ia
ucapkan.
Rasulullah
bertanya, “Kenapa, ya Jibril?”
“Cucumu yang
satu, Husain tidak memiliki kafan, dia akan dibantai dan tergeletak tanpa kafan
dan tak dimandikan,” sahut
Jibril.
Rasulullah kemudian mendekat ke jasad Khadijah seraya berbisik, “Wahai
Khadijah istriku sayang, demi Allah, aku takkan pernah mendapatkan istri
sepertimu. Pengabdianmu kepada Islam dan diriku sungguh luar biasa. Allah Maha Mengetahui
semua amalamu. Semua hartamu kau hibahkan untuk Islam. Kaum
muslimin pun ikut menikmatinya. Semua pakaian kaum muslimin dan pakaianku ini
juga darimu. Namun begitu, mengapa permohonan terakhirmu
kepadaku hanyalah selembar sorban?” Tersedu
Rasulullah mengenang istri yang sangat dicintainya
itu.
Ya, Sayyidah Khadijah telah menyerahkan
seluruh miliknya kepada Rasulullah demi tegaknya Islam. Dua
pertiga kekayaan Kota Mekkah adalah milik Khadijah. Tetapi ketika Khadijah
hendak wafat, tidak ada kain kafan yang bisa digunakan untuk menutupi jasadnya. Bahkan
pakaian yang digunakan Khadijah ketika itu adalah pakaian yang sudah sangat usang dengan 83 tambalan diantaranya dengan kulit kayu.
Rasulullah kemudian berdoa kepada Allah, “Ya ALLAH, ya Ilahi Rabbi,
limpahkanlah rahmat-Mu kepada Khadijahku, yang selalu membantuku dalam
menegakkan Islam. Mempercayaiku pada saat orang lain menentangku. Menyenangkanku
pada saat orang lain menyusahkanku. Menentramkanku pada saat orang lain
membuatku gelisah. Oh Khadijahku sayang, kini kau
meninggalkanku sendirian dalam perjuanganku.”
Pernikahan yang berlangsung selama
seperempat abad itu kini harus
berakhir sementara (kenapa
sementara? Karena mereka pasti akan dipersatukan oleh Allah di surga,
sebaik-baiknya tempat). Khadijah menghadap Allah, menghembuskan nafas
terakhirnya di pangkuan suami tercinta. Bertambah beratlah beban Rasulullah
dalam menyeru perintah Allah. Ia kehilangan pegangan dan tempatnya melipur
lara. Sepeninggal Khadijah, dari sebuah riwayat, Fatimah bertanya kepada ayahnya, “Dimanakah kini ibuku,
Khadijah, berada?”
“Disebuah rumah yang terbuat dari emas permata di mana tidak ada kegundahan di
dalamnya. Ia berada di antara
Maryam dan Asiyah,”
jawab Rasulullah.
Sepotong kisah cinta abadi, antara
seorang istri yang patuh, bakti
dan taat pada suami dengan seorang suami yang mencintai, mengayomi dan
membimbing istri menuju surga Ilahi.
Hari ini, tepat 1441
tahun Sayyidatina Khadijah meninggalkan kita semua. Tentu kini beliau telah
bersatu dengan kekasih hatinya, Rasulullah. Semoga kisah cinta mereka
menginspirasi kita dalam menjalani sisa kehidupan ini. Dan semoga di akhirat
kelak kita dikumpulkan bersama mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar