Selasa, 30 Agustus 2016

Duduk dan Membaca Tasyahhud Pertama

Duduk untuk membaca tasyahhud pertama dilakukan pada rakaat kedua, yang kemudian disebut sebagai tasyahhud awwal. Hukumnya adalah sunnah, berdasarkan hadits:

"Dari Abdullah bin Buhainah, sesungguhnya suatu ketika Nabi Saw shalat Zhuhur bersama para sahabat. Pada rakaat kedua Nabi Saw langsung berdiri, tidak duduk tasyahhud awwal, dan para sahabat pun mengikuti gerakan Nabi Saw itu. Ketika shalat akan selesai, para sahabat menunggu salam Nabi Saw namun ternyata Nabi Saw bertakbir melaksanakan sujud dua kali sebelum salam, barulah kemudian Nabi Saw mengucapkan salam." (Shahih al-Bukhari, Juz I, halaman 285 [796]).

Hadits ini adalah dalil bahwa tasyahhud awwal adalah sunnah. Sebab apabila tasyahhud awwal itu wajib, tentu Nabi Saw tidak hanya "menggantinya" dengan sujud sahwi saja, tetapi menambah satu rakaat lagi untuk menutup kewajiban yang ditinggalkan itu.

Selasa, 23 Agustus 2016

Berdiri dari Sujud

Dengan sempurnanya melakukan sujud kedua ini, maka satu rakaat shalat telah selesai dilaksanakan. Pada rakaat pertama dan ketiga dari shalat empat rakaat, pekerjaan selanjutnya adalah berdiri untuk melaksanakan rakaat berikutnya. Sedangkan pada rakaat kedua, dilanjutkan dengan tasyahhud awwal. Dan pada rakaat terakhir dilanjutkan dengan tasyahhud akhir.

Ketika akan berdiri untuk melaksanakan rakaat selanjutnya, disunnahkan untuk duduk sejenak yang disebut dengan duduk istirahah. Mengenai tata cara berdiri dari sujud dan duduk istirahah Imam al-Ghazali menjelaskan:

"Setelah sujud hendaklah bangun dan melakukan duduk istirahah pada setiap rakaat yang tidak ada tasyahhud setelahnya. Setelah itu berdiri dengan cara meletakkan kedua tangan ke lantai, dan janganlah mendahulukan salah satu kaki ketika berdiri. Mulailah membaca takbir ketika posisi tubuh akan duduk istirahah, dan dibaca sampai mendekati berdiri. Dan lakukanlah duduk istirahah ini sejenak (singkat)." (Bidayah al-Hidayah: 49).

Senin, 22 Agustus 2016

Sujud Kedua

Setelah duduk dengan sempurna, kemudian melakukan sujud kedua, yang hukumnya adalah wajib. Dilakukan dengan cara yang sama seperti sujud pertama, baik dari sisi cara maupun dzikir yang dibaca.

Pada saat melakukan sujud, baik pertama ataupun kedua, tidak ada kewajiban untuk untuk menyentuhkan dahi ke tanah secara langsung. Oleh karena itu, tidak ada larangan untuk menggunakan karpet atau sajadah sebagai alas, seperti yang dicontohkan oleh Nabi Saw, tersebut di dalam hadits:

"Diriwayatkan dari Aisyah ra, bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw memiliki sebuah tikar (sajadah) yang dihamparkannya dan beliau shalat di atasnya." (HR Bukhari).

Kamis, 18 Agustus 2016

Duduk di antara Dua Sujud

Duduk di antara dua sujud adalah rukun dalam shalat. Tujuannya adalah untuk memisahkan antara sujud pertama dan kedua. Pertama kepala diangkat dari sujud seraya mengucapkan takbir, yang berakhir ketika telah duduk secara sempurna. Cara duduk yang dianjurkan adalah iftirasy, yakni duduk di atas kaki yang kiri. 

Imam al-Ghazali menjelaskan:

"Angkatlah kepalamu dari sujud sehingga duduk dengan tegak, seraya mengucapkan takbir. Duduklah di atas kakimu yang kiri dan luruskan kakimu yang kanan. Letakkan kedua tanganmu di atas paha sedangkan jari-jarinya diluruskan." (Bidayah al-Hidayah: 49).

Sujud Pertama

Sujud merupakan rukun dalam shalat. Dilaksanakan setelah i'tidal dengan sempurna. Turun untuk sujud disertai dengan bacaan takbir tanpa mengangkat kedua tangan. 

Imam al-Ghazali menjelaskan:

"Kemudian sujudlah seraya mengucapkan takbir, tanpa mengangkat kedua tangan. Pertama kali letakkan kedua lututmu, kemudian kedua tangan, lalu dahimu dalam keadaan terbuka, dan sentuhkan pula hidung ke tempat sujud bersamaan dengan dahi." (Bidayah al-Hidayah: 49).

Cara seperti ini disarikan dari hadits Nabi Saw:

Selasa, 16 Agustus 2016

I'tidal

Setelah sempurna melakukan ruku' kemudian melakukan i'tidal. Berdiri kembali pada posisi semula seraya mengangkat kedua tangan dan mengucapkan: 

Sami'allaahu liman hamidah 

"Allah Swt Maha Mendengar kepada semua orang yang memuji-Nya."

"Dari Abu Hamid al-Sa'idi, ia menggambarkan shalat Rasulullah Saw, jika bangun, beliau tegak lurus sampai setiap tulang kembali kepada tempatnya." (Shahih al-Bukhari, Juz I, halaman 284 [794]).

Pada saat tegak berdiri, kedua tangan dalam posisi lurus ke bawah. Tidak boleh digoyang-goyangkan. Tidak pula dengan bersedekap. Sayyidina Ali ra sebagai salah satu sahabat terdekat dan banyak mengetahui shalat Nabi Saw hanya bersedekap ketika berdiri sampai melaksanakan ruku'.

Senin, 15 Agustus 2016

Ruku'

Pekerjaan selanjutnya adalah ruku'. Hukum ruku' adalah wajib karena termasuk rukun shalat. Selain sabda Nabi Saw yang memerintahkan ruku' ketika shalat, kewajiban ini juga didasarkan firman Allah Swt:

"Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'." (QS. al-Baqarah: 43).

Tata cara turun untuk ruku' adalah diatur sebagai berikut; setelah membaca surat, kemudian berhenti sejenak sekedar waktu yang dibutuhkan untuk membaca subhanallah, lalu turun untuk ruku' dengan mengangkat tangan dan mengucapkan takbir. Imam al-Ghazali menjelaskan:

"Janganlah engkau sambung akhir bacaan suratmu dengan takbir untuk ruku', tetapi pisahlah dengan sekedar (waktu yang dibutuhkan untuk membaca) bacaan subhanallah. Kemudian ucapkan takbir untuk ruku'. Angkatlah kedua tanganmu sebagaimana ketika takbiratul ihram. Ucapkan takbir itu sampai sempurna melakukan ruku'." (Bidayah al-Hidayah: 48).

Sabtu, 13 Agustus 2016

Membaca Ayat al-Qur'an

Setelah melafalkan amin kemudian berhenti sejenak untuk memberikan jeda sebelum membaca ayat al-Qur'an. Bagi imam, hendaklah ia berhenti untuk memberikan kesempatan kepada makmum untuk membaca surat al-Fatihah, sehingga makmum dapat mendengarkan dan memperhatikan bacaan surat yang akan dilafalkan imam.

"Dan disunnahkan bagi imam setelah membaca amin pada shalat jahriyyah untuk diam dengan ukuran waktu (yang dibutuhkan) makmum membaca surat al-Fatihah. Dengan catatan bahwa ketika itu makmum biasanya membaca surat al-Fatihah. Pada saat berhenti, imam disunnahkan membaca doa, dzikir, atau ayat al-Qur'an secara pelan. Dan membaca ayat al-Qur'an itu lebih utama." (Maraqi al-Ubudiyyah: 48). 

Membaca Surat al-Fatihah

Setelah membaca doa iftitah dianjurkan diam sejenak, kemudian membaca surat al-Fatihah. Surat al-Fatihah wajib dibaca karena merupakan rukun shalat, baik dalam shalat fardhu maupun shalat sunnah. Berdasarkan hadits Nabi Saw:

"Dari Ubadah bin Shamit, Nabi Saw menyampaikan padanya bahwa tidak sah shalatnya orang yang tidak membaca surat al-Fatihah." (Shahih al-Bukhari, Juz I, halaman 263 [723], Shahih Muslim, Juz I, halaman 259 [34]).

Sebagai rukun dari shalat, surat al-Fatihah harus dibaca dengan sempurna. Sesuai dengan urutan ayatnya, serta memperhatikan kaidah-kaidah tajwid.

"Rukun shalat yang keempat adalah membaca surat al-Fatihah dengan menyertakan basmalah, dan memperhatikan tasydid, kesinambungan bacaan, urutan ayat, melafalkan huruf secara benar dan tidak ada kekeliruan yang merusak maknanya." (Sullam al-Taufiq: 30).

Kamis, 11 Agustus 2016

Membaca Doa Iftitah

Setelah posisi bersedekap sempurna, diam sejenak sebelum membaca doa iftitah yang dalam istilah lain disebut dengan tawajjuh. Doa iftitah ini disunnahkan baik shalat itu dilakukan sendirian (munfarid) maupun secara bersama-sama (jama'ah), shalat fardhu maupun shalat sunnah.

Kesunnahan membaca tawajjuh adalah sebelum membaca surat al-Fatihah pada rakaat pertama. Apabila seseorang telah membaca al-Fatihah, berarti hilanglah kesunnahan membaca doa tawajjuh ini. Dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji disebutkan:

"Disunnahkan membaca tawajjuh ketika memulai shalat fardhu dan shalat sunnah. Baik shalat sendirian, ataupun bagi imam dan makmum (jika berjamaah), dengan syarat orang itu belum memulai membaca surat al-Fatihah. Jika ia telah membaca al-Fatihah --padahal ia tahu bahwa basmalah merupakan bagian dari surat al-Fatihah-- atau membaca ta'awwudz, maka hilanglah kesunnahan membaca tawajjuh tersebut. Ketika itu, orang itu tidak usah kembali lagi untuk membaca tawajjuh. Tawajjuh tidak disunnahkan dalam shalat jenazah, begitu pula ketika shalat fardhu yang waktunya hampir habis, yakni bila ia membaca tawajjuh, maka dikhawatirkan waktu shalat akan habis." (al-Fiqh al-Manhaji, Juz I, halaman 50).

Rabu, 10 Agustus 2016

Bersedekap

Setelah mengucapkan takbiratul ihram, tangan bersedekap. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri. Dalam hadits shahih disebutkan:

"Dari Wail bin Hujr ia berkata, "Saya melihat Rasulullah Saw ketika berdiri di dalam shalat, beliau menggenggam tangan kanan atas tangan kirinya." (Sunan al-Nasa'i, Juz II, halaman 125 [887], Sunan al-Daruquthni, Juz I, halaman 286 [11]).

Menurut madzhab Syafi'i posisi bersedekap adalah tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri, kemudian diletakkan di atas pusar di bawah dada.

Selasa, 09 Agustus 2016

Takbiratul Ihram

Setelah melafalkan niat, segera mengucapkan takbiratul ihram. Disebut takbiratul ihram (mengharamkan), karena dengan takbir itu dapat mengharamkan semua perbuatan yang sebelumnya boleh dilakukan. Misalnya, berbicara, makan, minum, bergerak yang banyak dan sebagainya.

Pada saat mengucapkan takbiratul ihram, niat shalat disertakan di dalam hati. Inilah niat yang sesungguhnya di dalam shalat. Artinya, jika seseorang berniat sebelum takbiratul ihram maka shalatnya tidak sah, begitu juga jika berniat sesudah takbiratul ihram.

"Dan wajib menyertakan niat dengan takbiratul ihram, karena hal itu adalah kewajiban pertama yang dilaksanakan dalam shalat." (Kasyifah al-Saja: 52).

Berdiri Menghadap Kiblat

Shalat diawali dengan berdiri menghadap kiblat bagi orang yang mampu. Jika tidak mampu bisa dengan cara duduk atau tidur miring. Sabda Nabi Saw:

"Dari Imran bin Hushain ra ia bercerita, "Pada saat aku terkena penyakit ambien, aku bertanya kepada Nabi Saw tentang caraku mengerjakan shalat." Maka Nabi Saw bersabda, "Shalatlah dengan cara berdiri, jika tidak mampu maka duduk, dan bila tidak mampu maka tidur miring." (Shahih al-Bukhari, Juz I, halaman 376 [1066]).

Hukum berdiri dalam shalat fardhu adalah wajib. Sementara pada shalat sunnah hukumnya adalah sunnah. Dalam hadits:

"Dari Imran bin Hushain ia bercerita, "Saya bertanya kepada Nabi Saw tentang shalat yang dilakukan oleh seseorang sembari duduk. Nabi Saw menjawab, "Barangsiapa yang shalat dengan berdiri, maka itulah yang paling utama. Sedangkan shalat sambil duduk pahalanya setengah pahala shalat berdiri. Dan shalat sambil tidur itu pahalanya setengah dari shalat sambil duduk." (Shahih al-Bukhari, Juz I, halaman 375 [1064]).