Sabtu, 03 September 2016

Risalah Qurban



A. Pengertian, Hukum dan Keutamaan Qurban
1. Pengertian Qurban
Qurban berasal dari bahasa Arab:
قَرُبَ - يَقْرُبُ - قُرْبًا وَقُرْبَانًا وَقِرْبَانًا. المنجد
Artinya: Mendekat/pendekatan.
Menurut pengertian syara’, qurban adalah usaha pendekatan diri seorang hamba kepada Allah dengan jalan menyembelih binatang ternak dan dilaksanakan sesuai tuntunan, dalam rangka menggapai ridha-Nya.
Allah Swt berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُومُهَا، وَلاَ دِمَاؤُهَا، وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
Artinya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya... (QS. al-Hajj: 37)


2. Hukum dan Keutamaan Qurban
Hukumnya adalah Sunnah Mu’akkad.
Dalilnya:
فَصَلِِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ -- الكوثر: ٢
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan kerqurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)
Imam Malik berpendapat qurban hukumnya wajib bagi yang mampu.
Imam Abu Hanifah berpendapat qurban wajib bagi yang mukim yang mampu.
Namun, sebagian besar ulama berpendapat sunnah mu’akkad karena hadits-hadits berikut:
اُمِرْتُ بِالنَّحْرِ وَهُوَ سُنَّةٌ لَكُمْ -- رواه الترمذي
“Aku diperintahkan untuk berqurban dan itu sunnah bagimu.” (HR Tirmidzi)
كُتِبَ عَلَيَّ النَّحْرُ وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ عَلَيْكُمْ -- رواه الدارقطني
“Qurban diwajibkan untukku dan tidak (diwajibkan) kepadamu.” (HR Daruquthni)
Sedangkan perihal keutamaannya, ada banyak hadits Nabi Saw yang menjelaskannya, di antaranya:
عَنْ ‏ ‏عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏مَا عَمِلَ ابْنُ ‏ ‏آدَمَ ‏ ‏يَوْمَ النَّحْرِ ‏ ‏عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا ‏ ‏وَأَظْلَافِهَا ‏ ‏وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا‏
Artinya: Dari ‘Aisyah, bahwa Nabi Saw bersabda, “Tidak ada amal anak Adam pada hari Nahr yang paling disukai Allah ‘Azza wa Jalla selain daripada menyembelih qurban. Qurban itu akan datang kepada orang-orang yang melakukannya pada hari kiamat seperti semula, yakni lengkap dengan tanduk, kuku, dan bulunya. Darah qurban itu lebih dahulu jatuh ke suatu tempat yang disediakan Allah ‘Azza wa Jalla sebelum jatuh ke tanah. Oleh sebab itu, berqurbanlah kalian dengan senang hati.” (HR Ibnu Majah)
‏‏عَنْ ‏زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ ‏‏قَالَ: ‏قَالَ  ‏أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ ‏صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ‏ ‏يَا رَسُولَ اللهِ مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ؟ قَالَ: ‏‏سُنَّةُ أَبِيكُمْ ‏‏إِبْرَاهِيمَ. ‏قَالُوا: فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ. قَالُوا: فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنْ الصُّوفِ حَسَنَةٌ
Artinya: Dari Zaid bin Arqam, ia berkata, Para sahabat Rasul Saw bertanya, Ya Rasulullah, apakah udhiyah itu? Jawab Nabi, “Itulah sunnah ayahmu, Ibrahim.” Mereka bertanya, Apa yang kita peroleh dari udhiyah itu, ya Rasulullah? Nabi menjawab, “Pada tiap-tiap helai bulunya kita peroleh satu kebajikan.” Lalu para sahabat bertanya, Bagaimana dengan bulu domba, ya Rasulullah? Beliau bersabda, “Pada tiap-tiap helai bulu domba kita peroleh satu kebajikan.” (HR Ibnu Majah)
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّناَ
Artinya: Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang memiliki kemampuan untuk berqurban, namun tidak mau melaksanakannya, maka janganlah ia dekat-dekat ke tempat shalat kami.” (HR Ahmad)
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌُ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّناَ
Artinya: Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang memiliki kelapangan rezki, namun tidak mau berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR Ahmad)

B. Tata Cara Qurban
1. Waktu Penyembelihan
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا يَذْبَحُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَقَدْ تَمَّ ‏ ‏نُسُكُهُ ‏ ‏وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ ‏
Artinya: Barangsiapa menyembelih sebelum shalat, maka sesungguhnya ia hanya menyembelih untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang menyembelih sesudah shalat maka sempurnalah ibadah sembelihannya dan bersesuaian pelaksanaannya dengan sunnah kaum muslimin. (HR Bukhari)
كُلُّ اَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَبْحٌ
Artinya: Setiap hari tasyrik adalah hari untuk menyembelih. (HR Ahmad)
اَيَّامُ النَّحْرِ يَوْمُ اْلاَضْحَى وَثَلاَثَةُ اَيَّامٍِ بَعْدَهُ
Artinya: Hari menyembelih itu adalah hari Idul Adha dan tiga hari sesudahnya. (HR Ali bin Abu Thalib ra)

Catatan:
Kalimat: وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ (Barangsiapa menyembelih sesudah shalat…), maksudnya tidak berarti menyembelih qurban harus sesudah shalat, tetapi member isyarat tentang waktu menyembelih kurang lebih pada jam itu. Sebab shalat dan khutbah bukanlah syarat masuknya waktu menyembelih kurban.
Hanya memang yang lebih afdhal penyembelihan dilakukan setelah shalat ‘Id dan mendengarkan khutbah, sesuai dengan hadits berikut:
عَنِ الْبَرَاءِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فَقَالَ إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ مِنْ يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ، فَمَنْ فَعَلَ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا
Artinya: Dari al-Barra’ yang  berkata, Aku mendengar Nabi Saw menyampaikan khutbah, sabdanya, “Pertama kali yang akan kita kerjakan pada hari ini adalah shalat, kemudian kembali pulang dan menyembelih hewan qurban. Maka, barangsiapa yang mengerjakan seperti ini berarti ia telah memenuhi sunnah kami.” (HR Bukhari dan Muslim)

2. Bacaan Saat Menyembelih
 عَنْ ‏ ‏أَنَسٍ ‏قَالَ ‏ ‏ضَحَّى النَّبِيُّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏بِكَبْشَيْنِ ‏ ‏أَمْلَحَيْنِ ‏ ‏أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى ‏ ‏صِفَاحِهِمَا ‏
Artinya: Dari Anas ra yang berkata, Rasulullah telah menyembelih qurban dengan dua ekor kibasy yang bagus dan bertanduk. Beliau Saw menyembelihnya dengan tangannya sendiri sambil membaca bismillahi wallaahu akbar, dan beliau meletakkan kaki beliau di atas lambung/batang leher binatang qurban tersebut. (HR Muslim)
 عَنْ ‏ ‏جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ ‏ ‏قَالَ ‏ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏الْأَضْحَى بِالْمُصَلَّى ‏ ‏فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِيَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏بِيَدِهِ وَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
Artinya: Dari Jabir bin Abdullah yang berkata, Aku shalat Idul Adha bersama Rasulullah Saw di mushalla. Setelah beliau selesai berkhutbah, lalu turun dari mimbar, maka didatangkan seekor kibasy, lalu beliau menyembelihnya dengan tangannya sendiri seraya berdoa, dengan nama Allah dan Allah Maha Besar, qurban ini dariku dan dari umatku yang tidak berqurban. (HR Abu Dawud)
 ‏عَنْ ‏ ‏عَائِشَةَ ‏ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ ‏ ‏يَطَأُ فِي سَوَادٍ ‏ ‏وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ ‏ ‏وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ ‏ ‏فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا ‏ ‏عَائِشَةُ ‏ ‏هَلُمِّي ‏ ‏الْمُدْيَةَ ‏ ‏ثُمَّ قَالَ ‏ ‏اشْحَذِيهَا ‏ ‏بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ ‏ ‏بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ ‏ ‏مُحَمَّدٍ ‏ ‏وَآلِ ‏ ‏مُحَمَّدٍ ‏ ‏وَمِنْ أُمَّةِ ‏ ‏مُحَمَّدٍ ‏ ‏ثُمَّ ضَحَّى بِهِ
Artinya: Dari ‘Aisyah, bahwasanya Rasulullah Saw menyuruh mengambilkan kambing yang bertanduk, hitam kakinya, hitam perutnya, hitam sekeliling matanya. Lalu kambing itu didatangkan untuk disembelih. Maka beliau Saw bersabda, “Hai ‘Aisyah, ambilkan pisau.” Beliau bersabda lagi, “Asahlah pisau itu dengan batu.” Kemudian ‘Aisyah melaksanakannya. Kemudian beliau mengambil pisau dan kambing tersebut, lalu membaringkannya untuk menyembelihnya. Beliau membaca, “Dengan nama Allah, ya Allah, terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan dari umat Muhammad.” Kemudian beliau menyembelihnya. (HR Muslim)
 عَنْ ‏ ‏جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ ‏ ‏قَالَ  ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏يَوْمَ عِيدٍ بِكَبْشَيْنِ فَقَالَ حِينَ وَجَّهَهُمَا إِنِّي ‏ ‏وَجَّهْتُ ‏ ‏وَجْهِيَ لِلَّذِي ‏ ‏فَطَرَ ‏ ‏السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ ‏ ‏حَنِيفًا ‏ ‏وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلَاتِي ‏ ‏وَنُسُكِي ‏ ‏وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ عَنْ ‏ ‏مُحَمَّدٍ ‏ ‏وَأُمَّتِهِ ‏
Artinya: Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, Pada hari Idul Adha Rasul Saw berqurban dengan dua ekor kambing, maka ketika melaksanakan itu beliau berdoa, “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan Yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang lurus, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah). Ya Allah, (semua ini) dari Engkau dan untuk Engkau, dari Muhammad dan umatnya.” (HR Ibnu Majah).
 عَنْ ‏ ‏شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ ‏ ‏قَالَ ‏ ثِنْتَانِ حَفِظْتُهُمَا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ ‏
Artinya: Dari Syaddad bin Aus, ia berkata, Dua hal yang aku hafal dari Rasul Saw, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah mewajibka berbuat baik pada segala sesuatu. Maka apabila kalian membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik. Dan apabila kalian menyembelih, sembelihlah dengan baik, hendaklah salah seorang di antara kalian menajamkan pisaunya, dan mudahkanlah penyembelihannya.” (HR Muslim)

3. Rukun Menyembelih (Secara Umum)
1. Penyembelih syaratnya hendaklah seorang Muslim atau ahli kitab (lihat: QS. al-Maidah: 5).
2. Dilakukan dengan sengaja.
3. Yang disembelih hewan yang dihalalkan.
4. Menggunakan alat yang tajam yang bisa digunakan untuk menyembelih, kecuali gigi, kuku dan segala macam tulang.
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ، وَسَأُحَدِّثُكُمْ عَنْ ذَلِكَ: أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ، وَأَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ
“Sesuatu yang memancarkan darah dan disembelih dengan menyebut nama Allah, maka makanlah, selama bukan gigi dan kuku. Aku akan katakan kepada kalian tentang hal itu: Adapun gigi adalah termasuk tulang, adapun kuku merupakan (alat) penyembelihan orang (kafir) Habsyah.” (HR Bukhari-Muslim dari Rafi’ bin Khadif).

4. Cara, Adab dan Sunnah Menyembelih
1. Hewan yang dapat disembelih di lehernya, hendaklah disembelih di lehernya. Caranya adalah dengan memotong urat yang menjadi tempat lewat makanan saat ia makan dan urat yang menjadi tempat keluar-masuk napasnya. Kedua urat tersebut wajib putus.
2. Hewan yang tidak dapat disembelih di lehernya karena liar atau jatuh dalam lubang sehingga tidak dapat disembelih di lehernya, maka menyembelihnya dapat dilakukan pada bagian mana pun dari badannya, asalkan dengan itu ia bisa segera mati.
3. Hewan yang panjang lehernya sunnah disembeli di pangkal lehernya, tujuannya agar lekas mati.
4. Hewan selain onta disembelih dalam posisi lambung hewan sebelah kiri berada di bawah, dan disunnahkan agar salah satu kaki penyembelih diletakkan pada leher hewan tersebut agar bisa lebih terkontrol.
5. Tidak menampakkan pisau kepada hewan pada saat mengasah, dan tempat antara hewan yang disembelih dengan hewan yang menunggu giliran disembelih hendaklah dipisahkan atau diberi sekat.
6. Dihadapkan ke kiblat
7. Membaca bismillah, shalawat, dan takbir.

Catatan:
Disunnahkan menghadap kiblat, karena kiblat merupakan arah yang terbaik. Qurban merupakan ibadah, maka adalah hal yang sangat baik bila ibadah itu dilakukan dengan menghadap arah yang terbaik, yakni arah kiblat.
Adapun membaca shalawat atas Nabi Saw adalah karena menyembelih qurban ini perintah agama yang di dalamnya ada disebut-sebut nama Allah, maka disunnahkan pula menyebut-nyebut nama Nabi-Nya dengan cara bershalawat atasnya, sebagaimana dalam adzan.

C. Syarat Hewan Qurban
1) Hewan yang Diperuntukkah Qurban adalah Unta, lembu/kerbau, dan kambing. 1 ekor kambing pengadaannya oleh 1 orang; 1 ekor lembu dan onta pengadaannya maksimal oleh 7 orang, namun ada juga yang berpendapat 1 ekor unta pengadaannya maksimal oleh 10 orang.
عَنْ ‏ ‏عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ ‏ ‏قَالَ سَأَلْتُ ‏ ‏أَبَا أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيَّ ‏ ‏كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا فِيكُمْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ ثُمَّ تَبَاهَى النَّاسُ فَصَارَ كَمَا ‏ ‏تَرَى ‏
Artinya: Dari Atha’ bin Yasir dia berkata, Saya bertanya kepada Abu Ayyub al-Anshary, Bagaimana udhiyah yang dilakukan pada masa Rasulullah Saw? Jawabnya, Seorang lelaki pada zaman Rasulullah menyembelih seekor kambing untuknya dan untuk anggota keluarganya, lalu mereka makan dagingnya itu, dan memberi makan kepada orang lain, sehingga manusia bermegah-megah dengan qurban itu sehingga menjadi seperti yang engkau saksikan sekarang ini. (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi).
عَنْ ‏ ‏جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏عَامَ ‏ ‏الْحُدَيْبِيَةِ ‏ ‏الْبَدَنَةَ ‏ ‏عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
Artinya: Dari Jabir, Kami menyembelih qurban bersama Rasulullah Saw pada tahun Hudaibiyah, seekor unta untuk 7 orang dan seekor lembu untuk 7 orang. (HR Muslim).
عَنْ ‏ ‏ابْنِ عَبَّاسٍ ‏ ‏قَالَ ‏كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏فِي سَفَرٍ فَحَضَرَ الْأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِي الْبَعِيرِ عَشَرَةً
Artinya: Dari Ibnu Abbas, ia berkata, Dulu kami pergi bersama Rasulullah Saw, lalu tiba hari raya Idul Adha, maka kami menyembelih qurban seekot lembu untuk 7 orang dan seekor unta untuk 10 orang. (HR Khamsah kecuali Abu Dawud)

2) Tidak sah berqurban dengan binatang yang rusak matanya (buta, juling), baik sebelah maupun kedua-duanya; terlalu kurus; terlalu tua; tanduknya patah separuh atau lebih, telinganya putus; sakit; pincang.
عَنِ اْلبَرَّاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ: قَامَ فِيْنَا رًسُوْلُ الله ص فَقَالَ:  أَرْبَعٌ ‏ ‏لَا تُجْزِئُ فِي الْأَضَاحِيِّ الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ‏ ‏ظَلْعُهَا ‏ ‏وَالْكَسِيرَةُ الَّتِي لَا ‏ ‏تُنْقِي ‏
Artinya: Dari Barra’ bin ‘Azib, ia berkata: Nabi Saw berdiri di antara kami dan bersabda, “Empat macam yang tidak boleh pada binatang qurban, yaitu: 1. Buta yang nyata butanya. 2. Sakit dan nyata sakitnya. 3. Pincang yang nyata pincangnya. 4 Yang tua yang tidak mempunyai sumsum.” (HR Khamsah)
‏عَنْ ‏ ‏عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ ‏ ‏قَالَ  ‏أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏أَنْ ‏ ‏نَسْتَشْرِفَ ‏ ‏الْعَيْنَ وَالْأُذُنَ وَأَنْ لَا نُضَحِّيَ ‏ ‏بِمُقَابَلَةٍ ‏ ‏وَلَا ‏ ‏مُدَابَرَةٍ ‏ ‏وَلَا ‏ ‏شَرْقَاءَ ‏ ‏وَلَا ‏ ‏خَرْقَاءَ ‏
Artinya: Dari Ali ra, ia berkata, Rasulullah Saw menyuruh kami supaya memeriksa mata dan telinga, dan supaya kami tidak berqurban dengan binatang yang telinganya sobek dari bagian muka, yang telinganya sobek dari bagian belakang, yang telinganya sobek dari ujungnya, dan yang berlubang di tengahnya. (HR Khamsah)
عن علي قال: ‏أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏نَهَى أَنْ ‏ ‏يُضَحَّى ‏ ‏بِأَعْضَبِ ‏ ‏الْقَرْنِ وَالْأُذُنِ ‏
Artinya: Dari Ali ra, ia berkata, Rasulullah Saw melarang berqurban dengan binantang yang tanduknya atau telinganya hilang separuh atau lebih. (HR Khamsah)

Catatan:
Cukup syarat untuk qurban: hewan yang dikebiri (berdasar HR Al-Hakim dari Aisyah dan Abu Hurairah ) dan yang pecah tanduknya.

3) Keadaan masing-masing binatang qurban itu telah musinnah (powel).
Kambing yang berumur 1 tahun masuk tahun ke-2; lembu yang berumur 2 tahun masuk tahun ke-3; dan unta yang berumur 5 tahun masuk tahun ke-6. Bila terpaksa sekali, boleh berqurban dengan kambing jadza’ah (berumur cukup 1 tahun).
‏عَنْ ‏ ‏جَابِرٍ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏لَا تَذْبَحُوا إِلَّا ‏ ‏مُسِنَّةً ‏ ‏إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا ‏ ‏جَذَعَةً ‏ ‏مِنْ الضَّأْنِ ‏
Artinya: Dari Jabir, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah kamu menyembelih untuk qurban melainkan yang musinnah (telah powel) kecuali jika sukar diperoleh, maka boleh kamu menyembelih jadza’ah (yang berumur 1 tahun) dari kambing.” (HR Muslim)


D. Pembagian Daging Qurban
Ibnu Abbas ketika menerangkan sifat Nabi Saw ketika berqurban sebagai berikut:
وَيُطْعِمُ اَهْلَ بَيْتِهِ الثُّلُثَ وَيُطْعِمُ فُقَرَاءَ جِيْرَنِهِ الثُّلُثَ وَيَتَصَدَّقُ عَلَى السُّؤَالِ بِالثُّلُثِ. المغنى 3 : 582
Artinya: Dan beliau Saw memberi makan ahlul baitnya sepertiga, memberi makan orang-orang fakir tetangganya sepertiga, dan beliau menyedekahkan kepada para peminta sepertiga. (Al-Mughni 3: 582).

E. Daging Qurban tidak boleh digunakan sebagai upah
‏عَنْ ‏ ‏عَلِيٍّ ‏ ‏قَالَ ‏أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏أَنْ أَقُومَ عَلَى ‏ ‏بُدْنِهِ ‏ ‏وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا
Artinya: Dari Ali bin Abu Thalib ra, ia berkata, Aku diperintahkan oleh Rasulullah Saw untuk mengurus qurban-qurban dan supaya aku bagikan daging, kulitnya dan pelananya kepada fakir miskin, dan tidak (boleh) aku memberikan sesuatu sebagai upah dari padanya untuk orang yang menyembelih.” (HR Bukhari dan Muslim).

F. Larangan Menjual Daging Qurban
عَنْ قَتَادَةَ بْنِ النُّعْمَانِ اَنَّ النَّبِي ص قَالَ: لاَ تَبِيْعُوْا لُحُوْمَ الْهَدْيِ وَاْلاَضَاحِى فَكُلُوْا وَتَصَدَّقُوْا وَاسْتَمْتِعُوْا بِجُلُوْدِهَا وَلاَ تَبِيْعُوْهَا، وَاِنْ اُطْعِمْتُمْ مِنْ لَحْمِهَا فَكُلُوْا اِنْشِئْتُمْ
 Artinya: Dari Qatadah bin Nu’man, bahwasanya Nabi Saw bersabda, “Janganlah kalian menjual daging-daging hadyi (denda haji) dan daging udhiyah (qurban), makanlah dan sedekahkanlah dan manfaatkanlah kulitnya, dan janganlah kalian menjualnya. Dan apabila kalian diberi dagingnya, maka makanlah jika kalian mau.” (HR Ahmad)

G. Orang yang Berqurban Hendaknya Tidak Memotong Rambut dan Kukunya
عَنْ ‏ ‏أُمِّ سَلَمَةَ‏ أَنَّ النَّبِيَّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
Artinya: Dari Ummu Salamah, bahwasanya Nabi Saw bersabda, “Apabila kalian sudah melihat hilal bulan Dzulhijjah, dan seorang di antara kalian ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan rambut dan kukunya. (HR Muslim)

H. Hukum Memberi Daging Kurban untuk Non Muslim
Ibnul Munzir sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam An-Nawawi mengatakan bahwa umat Islam telah berijma' (sepakat) atas kebolehan memberikan daging qurban kepada umat Islam, namun mereka berselisih paham bila diberikan kepada fakir dari kalangan non muslim.
Imam Al-Hasan Al-Basri, Al-Imam Abu Hanifah dan Abu Tsaur berpendapat bahwa boleh daging qurban itu diberikan kepada fakir miskin dari kalangan non muslim.
Sedangkan Al-Imam Malik berpendapat sebaliknya, beliau memakruhkannya, termasuk memakruhkan bila memberi kulit dan bagian-bagian dari hewan qurban kepada mereka.
Al-Laits mengatakan bila daging itu dimasak dulu kemudian orang kafir zimmi diajak makan, maka hukumnya boleh.
Al-Imam An-Nawawi mengatakan bahwa umumnya ulama membedakan antara hukum qurban sunnah dengan qurban wajib. Bila daging itu berasal dari qurban sunnah, maka boleh diberikan kepada non muslim. Sedangkan bila dari qurban yang hukumnya wajib, hukumnya tidak boleh.
Syeikh Ibnu Qudamah mengatakan bahwa boleh hukumnya memberi daging qurban kepada non muslim. Karena memberi daging qurban kepada mereka sama kedudukannya dengan sedekah umumnya yang hukumnya boleh.
Kesimpulan dari pendapat-pendapat yang agak saling berbeda ini adalah bahwa secara umum para ulama cenderung kepada pendapat yang pertama, yaitu pendapat yang membolehkan. Khususnya bila non muslim itu termasuk faqir yang sangat membutuhkan bantuan, atau tinggal di tengah-tengah masyarakat muslim seperti cerita anda. Siapa tahu dengan kebaikan yang kita berikan, dia akan masuk Islam. Atau paling tidak, ada nilai tambah tersendiri dalam pandangannya tentang Islam dan umatnya, sehingga tidak memusuhi, bahkan berbalik menjadi simpati.

I. Hukum Makan Janin Hewan
Berkenaan dengan janin binatang ternak yang hidup ketika dikeluarkan dari perut induknya yang disembelih, para ulama sepakat, penyembelihan tersebut ditujukan untuk induknya bukan untuk janin. Karenanya, jika ingin memakan janin tersebut maka harus dilakukan penyembelihan terhadap janin.
 Jika tidak disembelih lalu janin itu mati, ia adalah bangkai yang haram untuk dikonsumsi. Sesuai firman Allah SWT, “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS al-Maidah [5]: 3).
 Sedangkan, jika janin binatang ternak itu mati ketika dikeluarkan dari perut induknya yang disembelih, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kehalalannya untuk dikonsumsi. Imam Abu Hanifah berpendapat, janin itu tidak boleh dimakan kecuali jika ia keluar dalam keadaan hidup kemudian disembelih secara syar’i.
 Imam Malik berpendapat, jika janin binatang ternak itu sudah berwujud dan sudah tumbuh bulunya maka boleh dimakan, sedangkan jika belum berwujud maka tidak boleh dimakan. Jumhur ulama, seperti Imam Syafii, Imam Ahmad, Abu Yusuf, dan Muhammad dari kalangan ulama Mazhab Hanafi berpendapat, jika janin itu keluar dari perut induknya yang disembelih secara syar’i dalam keadaan mati maka boleh dimakan karena penyembelihan terhadap induknya itu juga merupakan penyembelihan terhadap janin tersebut.
 Hal itu sesuai dengan hadis Nabi Muhammad  SAW. Dari Abu Sa’id al-Khudri  ia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah SAW tentang janin (binatang ternak), beliau menjawab:
كُلُوْهُ اِنْ شِئْتُمْ، فَاِنَّ ذَكَاتَهُ ذَكَاةُ اُمِّهِ
“Makanlah jika kalian mau, sesungguhnya penyembelihannya adalah dengan menyembelih induknya.” (HR Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah, Ahmad, Daruquthni, dan Baihaqi).
Oleh karenanya, dibolehkan memakan janin binatang ternak yang keluar dalam keadaan mati dari perut induknya yang disembelih secara syar’i. Sebab, penyembelihan untuk induknya juga merupakan penyembelihan untuk janin tersebut. Sedangkan, jika janin itu keluar dalam keadaan hidup maka harus disembelih juga secara syar’i agar bisa dimakan, jika tidak, lalu mati maka ia adalah bangkai yang haram untuk dimakan.

 J. Qurban Atas Nama Orang yang Telah Wafat
عَنْ عَلِيٍّ أَنَّهُ كَانَ يُضَحِّي بِكَبْشَيْنِ، أَحَدُهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْآخَرُ عَنْ نَفْسِهِ. فَقِيلَ لَهُ، فَقَالَ: أَمَرَنِي بِهِ يَعْنِي النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلاَ أَدَعُهُ أَبَدًا
“Dari Ali, bahwasanya ia berkurban dengan dua ekor kambing: seekor untuk Nabi SAW dan seekor lagi untuk dirinya sendiri, hingga ia pun ditanya tentang hal itu. Ali menjawab, “Nabi SAW telah memerintahkan hal itu kepadaku, maka aku tidak akan meninggalkannya selamanya.” (HR Tirmidzi).
 Imam Tirmidzi ketika menjelaskan hadits tersebut berkata:
وَقَدْ رَخَّصَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنْ يُضَحَّى عَنْ الْمَيِّتِ وَلَمْ يَرَ بَعْضُهُمْ أَنْ يُضَحَّى عَنْهُ. وَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ الْمُبَارَكِ: أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ يُتَصَدَّقَ عَنْهُ وَلَا يُضَحَّى عَنْهُ، وَإِنْ ضَحَّى فَلاَ يَأْكُلُ مِنْهَا شَيْئًا وَيَتَصَدَّقُ بِهَا كُلِّهَا
“Sebagian ulama memberi keringanan untuk berkurban atas nama mayit, sementara sebagian lagi tidak memberikan keringanan tersebut. Abdullah Ibnul Mubarak berkata, ‘Aku lebih cenderung seseorang bersedekah atas nama mayit, dan bukan berkurban, namun bila ia berkurban atas nama mayit maka hendaknya ia tidak memakan dagingnya sedikitpun, tetapi menyedekahkan semuanya.”
 Aisyah ra berkata:
قَالَتْ وَضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نِسَائِهِ بِالْبَقَرِ
“Rasulullah SAW berkurban dengan menyembelih seekor sapi yang diniatkan untuk semua istrinya.” (HR Bukhari dan Muslim).

K. Menggabungkan Niat Aqiqah dan Qurban
Ada dua pendapat ulama tentang masalah tersebut. 
Pendapat pertama mengatakan: Qurban juga mencukupi Aqiqah.
Ulama yang berpendapat: Imam Ahmad, Abu Hanifah, al-Hasan al-Basri, Ibnu Sirin, Qatadah dan beberapa yang lainnya.
Ini masalah manggabung dua niat dalam satu ibadah yang sejenis maka sah, seperti seseorang yang masuk ke masjid lalu dia niat sholat tahiyatul masjid dan sunnah rawatib maka sah dan mendapatkan pahala keduanya.
Pendapat kedua mengatakan tidak sah.
Ulama yang berpendapat: Imam Syafi’i, Imam Malik dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Alasannya karena keduanya mempunyai tujuan yang berbeda  dan sebab yang berbeda: qurban adalah tebusan untuk diri sendiri sedangkan aqiqah adalah tebusan untuk anak yang lahir, dengan menggabungkannya, akan mengaburkan tujuannya. 
Ini berbeda dengan menggabung dua sholat sunnah, karena tahiyatul masjid bukanlah sholat yang menjadi tujuan utama, itu hanya pelengkap masuk masjid sehingga bisa terlaksana bersama dengan shalat lainnya.
Yang Terbaik: Jika Anda seorang yang mampu, hendaklah memisahkan antara Aqiqah dan qurban. Namun jika tergolong tidak mampu, maka boleh memilih pendapat yang pertama.

1 komentar: