A. Dalil
yang Tetap Mewajibkan Shalat Jumat
Dari
Al-Quran
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ
اللهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ - الجمعة: ٩
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah.” (QS. al-Jumu’ah: 9)
Dari Hadits
عَنْ حَفْصَةَ زَوْجِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ رَوَاحُ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ - رواه النسائي
“Dari Hafshah (istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: "Mendatangi shalat Jumat hukumnya wajib bagi
setiap (Muslim) yang sudah baligh (dewasa)." (HR. Nasa’i)
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ
أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونَنَّ مِنَ الْغَافِلِينَ
- رواه مسلم
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Hendaklah orang
yang suka meninggalkan shalat Jumat menghentikan perbuatannya, ataukah mereka
ingin Allah mengecap (membutakan) hati mereka, dan sesudah itu mereka
benar-benar menjadi orang yang lalai.” (HR. Muslim)
عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ
أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ - رواه أبو داود
“Dari Thariq bin Syihab dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau
bersabda: "Jumat itu wajib bagi setiap Muslim dengan berjamaah, kecuali
empat golongan, yaitu: hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang yang
sakit." (HR Abu Dawud)
B.
Dalil yang Mengatakan Tidak Wajib Shalat Jumat dan Bantahannya
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: قَدْ اجْتَمَعَ
فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ، فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنْ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا
مُجَمِّعُونَ - رواه أبو داود
“Dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau
bersabda: "Pada hari ini telah berkumpul bagi kalian dua hari raya (yakni ‘Id
dan Jumat). Maka barangsiapa yang mau, cukuplah shalat ini untuknya (tidak
perlu shalat Jumat lagi), namun kami akan tetap melaksanakan shalat Jumat."
(HR. Abu Dawud)
Bantahannya:
Hadits di atas termasuk hadits dhaif yang tidak dapat dipakai
sebagai landasan hukum. Dalam Nailul Awthar disebutkan bahwa Imam Ahmad
dan Imam Daruquthni mengatakan bahwa hadits tersebut mursal (termasuk
kategori hadits dhaif). Ada hadits senada yang tidak mursal
diriwayatkan oleh Imam Baihaqi, namun sanadnya tetap dhaif.
Imam Nawawi dalam Syarh al-Muhadzdzab (IV/492) juga mengatakan bahwa
hadits ini dhaif.
عَنْ إِيَاسِ بْنِ أَبِي
رَمْلَةَ الشَّامِيِّ قَالَ شَهِدْتُ مُعَاوِيَةَ سَأَلَ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ شَهِدْتُ
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا قَالَ
نَعَمْ صَلَّى الْعِيدَ أَوَّلَ النَّهَارِ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ فَقَالَ
مَنْ شَاءَ أَنْ يُجَمِّعَ فَلْيُجَمِّعْ - رواه أحمد
“Dari Iyas bin Abu Ramlah Asy Syami ia berkata: “Aku menyaksikan Mu'awiyah
bertanya kepada Zaid bin Arqam, ia berkata: “Aku mengikuti shalat dua hari raya
yang berkumpul dalam satu hari bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Beliau shalat ‘Id pada awal hari, kemudian beliau memberi keringanan terhadap
shalat Jumat seraya bersabda: "Siapa yang ingin mengumpulkan (keduanya,
yakni shalat ‘Id dan Jumat), silahkan." (HR. Ahmad)
Bantahannya:
Dalam Nailul Awthar (III/347) disebutkan bahwa hadits ini juga dhaif,
dalam sanadnya terdapat rawi yang tidak dikenal (majhul), yakni
Iyas bin Abi Ramlah.
Penjelasan
lebih dalam:
Andaikan kedua hadits dhaif di atas tetap diterima sebagai landasan
hukum (seperti dalam madzhab Hanbali), maka dapat dipahami bahwa hadits
tersebut merupakan hadits umum yang telah di-takhsish. Kata مَنْ شَاءَ (barangsiapa yang mau) adalah kata yang bersifat
umum, namun kata tersebut telah dikhususkan untuk penduduk kampung ‘Aliyah
(yang jaraknya dari kota Madinah sekitar 6 km). Hal ini sebagaimana yang
disebutkan dalam Al-Umm:
عَنْ عُمَرَ ابْنِ عَبْدِ
الْعَزِيْزِ قَالَ: اِجْتَمَعَ عِيْدَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ: مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ مِنْ أَهْلِ الْعَالِيَهِ فَلْيَجْلِسْ
فِي غَيْرِ حَرَجٍ
“Dari Umar bin Abdul Aziz, beliau berkata: “Telah
berhimpun dua hari raya pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
maka beliau bersabda: “Barangsiapa di antara penduduk ‘Aliyah yang ingin
menunaikan shalat Jumat maka tunggulah, boleh saja.”
Dalam Syarh al-Muhadzdzab Bab Shalat Jumat,
disebutkan bahwa hal senada juga pernah disampaikan oleh Utsman bin Affan
radhiyallahu ‘anhu saat menyampaikan khutbah ‘Id yang bertepatan pada hari
Jumat:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ،
قَدِ اجْتَمَعَ عِيْدَانِ فِي يَوْمِكُمْ، فَمَنْ أَرَادَ مِنْ أَهْلِ الْعَالِيَةِ
أَنْ يُصَلِّيَ مَعَنَا الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ، وَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَرِفَ فَلْيَنْصَرِفْ
“Hai manusia, sesungguhnya pada hari ini telah
berhimpun dua hari raya. Maka barangsiapa di antara penduduk ‘Aliyah yang ingin
menunaikan shalat Jumat bersama kami, silakan ikut. Sedangkan yang ingin
pulang, dipersilakan pulang.”
وَهْبُ بْنُ كَيْسَانَ
قَالَ اجْتَمَعَ عِيدَانِ عَلَى عَهْدِ ابْنِ الزُّبَيْرِ، فَأَخَّرَ الْخُرُوجَ حَتَّى
تَعَالَى النَّهَارُ، ثُمَّ خَرَجَ فَخَطَبَ فَأَطَالَ الْخُطْبَةَ، ثُمَّ نَزَلَ فَصَلَّى
وَلَمْ يُصَلِّ لِلنَّاسِ يَوْمَئِذٍ الْجُمُعَةَ، فَذُكِرَ ذَلِكَ لِابْنِ عَبَّاسٍ
فَقَالَ أَصَابَ السُّنَّةَ - رواه النسائي
“Wahb bin Kaisan berkata: "Pada masa pemerintahan
Ibnu Zubair pernah berkumpul dua hari raya (‘Id dan Jumat) dalam satu hari,
maka ia (Ibnu Zubair) akhirkan waktu keluar hingga tinggi hari. Kemudian ia
keluar dan menyampaikan khutbah dengan khutbah yang panjang. Kemudian ia turun (dari
mimbar) dan mengerjakan shalat. Pada hari itu ia tidak mengerjakan shalat Jumat
bersama manusia. Hal tersebut diceritakan kepada Ibnu Abbas, dan dia mengatakan
bahwa Ibnu Zubair sudah melakukan sesuai dengan sunnah." (HR. Nasa’i)
Bantahannya:
Ini hanyalah cerita dari Wahb bin Kaisan yang tidak
mengandung konsekuensi perintah maupun larangan. Kisah ini juga janggal, karena
disebutkan Ibnu Zubair dalam shalat Id berkhutbah dahulu baru kemudian
menunaikan shalat. Benarkah itu seperti itu cara shalat ‘Id? Jika memang shalat
‘Id, mestinya shalat dulu ditunaikan setelah itu baru khutbah disampaikan.
عَنْ عَطَاءٍ قَالَ سَمِعْتُ
ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُولُ: أَشْهَدُ أَنِّي شَهِدْتُ الْعِيدَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ، ثُمَّ خَطَبَ
- رواه النسائي
“Dari 'Atha dia berkata: “Aku mendengar Ibnu 'Abbas
berkata: "Aku bersaksi bahwa aku pernah ikut shalat hari raya bersama
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau memulai shalat sebelum khutbah,
kemudian berkhutbah." (HR. Nasa’i)
Kisah yang disampaikan oleh Wahb bin Kaisan ini
bersifat “campur-aduk” (mudhtharib) sehingga tak bisa diajukan sebagai
dalil hukum.
Apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
meninggalkan shalat Jumat saat ‘Id jatuh di hari Jumat?
Jawabannya tidak pernah. Tidak ada satupun
dalil yang menunjukkan hal itu. Justru terdapat dalil yang memperlihat meskipun
‘Id terjadi di hari Jumat, maka shalat Jumat tetap dilakukan.
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ
بَشِيرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي
الْعِيدَيْنِ وَيَوْمِ الْجُمُعَةِ بِسَبِّحْ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَهَلْ أَتَاكَ
حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ، وَرُبَّمَا اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ فَيَقْرَأُ بِهِمَا
- رواه النسائي
“Dari an-Nu'man bin Basyir dia berkata:
"Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam membaca surat al-A'laa dan al-Ghaasyiyah
ketika shalat Jumat. Kadang hari raya dan Jumat berkumpul dalam satu hari, maka
beliau membaca keduanya." (HR. Nasa’i)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar