Minggu, 03 Juli 2016

Bolehkah Membayar Zakat Fitrah dengan Uang?

Saat ditanyakan hal itu kepada Syaikh Dr. Ali Jum'ah beliau mengatakan sebagai berikut:

Boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan uang. Ini pendapat segolongan ulama yang dapat menjadi acuan sebagaimana pendapat para tabi'in, di antaranya:

Hasan al-Bashri. Diriwayatkan dari Hasan al-Bashri, "Tidak apa-apa mengeluarkan zakat fitrah dengan dirham."

Abu Ishaq al-Subai'i. Diriwayatkan dari Zuhair, ia berkata, "Saya mendengar Abu Ishaq berkata, "Saya menemui kaum yang sedang memberikan dirham-dirham sebagai zakat fitrah seharga bahan makanannya."


Umar bin Abdul Aziz. Diriwayatkan dari Waki', dari Qurrah, ia berkata, "Kami telah menerima surat keputusan dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz tentang zakat fitrah yang isinya sebagai berikut: "1/2 sha' perorang atau harganya yakni 1/2 dirham."

Itu adalah pendapat Sufyan al-Tsauri, Abu Hanifah, dan Abu Yusuf. Juga menjadi pendapat ulama madzhab Hanafi. Mereka mengamalkan dan memfatwakannya dalam hal zakat, kafarah, nadzar, kharaj (pajak orang kafir), dan lainnya.

Juga madzhabnya Imam Nashir dan al-Muayyad Billah dari imam-imam golongan Ahli Bait Zaidiyyah. Juga Ishaq dan Abu Tsaur, dengan catatan ketika dalam kondisi darurat sebagaimana pendapat ulama Ahli Bait lainnya yang membolehkan mengeluarkan zakat dengan menggunakan harga bahan makanan dalam kondisi darurat. Menurut mereka, boleh imam (pemerintah) menuntut uang sebagai pengganti perkara yang sudah ditentukan syari'ah dalam kondisi darurat.

Segolongan ulama madzhab fiqih Maliki seperti Ibn Hubaib, Ashbagh, Ibn Abi Hazim, Ibn Dinar, dan Ibn Wahb. Mereka memutlakkan bolehnya mengeluarkan zakat menggunakan harga makanan zakat mencakup zakat harta dan zakat diri (fitrah). Berbeda dengan pendapat yang mereka nukil dari Ibn Qasim dan Asyhab tentang kebolehan mengeluarkan zakat berupa harga makanan, kecuali zakat fitrah dan kafarat sumpah.

Dengan demikian, kita melihat bahwa tidak sedikit ulama dari kalangan imam, tabi'in, dan ulama fiqih membolehkan mengeluarkan zakat fitrah berupa uang. Ini di masa mereka dulu di mana sistem barter masih berlaku, artinya semua dagangan bisa dibuat alat tukar terlebih biji-bijian, seperti menjual biji gandum kualitas tinggi dengan gandum kualitas rendah, menjual gandum dengan jagung, dan seterusnya. 

Adapun di masa kini, di mana alat tukar terbatas pada uang saja, maka menurut kami pendapat ini adalah yang paling cocok dan lebih unggul. Bahkan kita merasa bahwa ulama terdahulu yang tidak sependapat andaikan hidup pada zaman sekarang pasti akan setuju dengan pendapat Abu Hanifah. Dan kami bisa mengetahui hal ini dari hukum fiqih dan inteligensi mereka yang sangat bagus.

Kelihatannya mengeluarkan zakat fitrah berupa uang lebih tepat karena dapat memudahkan fakir miskin untuk membeli kebutuhan mereka di hari raya. Sebab, terkadang mereka tidak membutuhkan biji-bijian, namun membutuhkan pakaian, daging, atau lainnya. Memberi mereka biji-bijian akan memaksa mereka untuk berkeliling di jalan-jalan supaya ada orang yang mau membelinya. Bisa juga mereka menjualnya dengan harga yang rendah di bawah harga standar. Ini jika dalam keadaan mudah dan di pasar banyak biji-bijian yang dijual. Namun jika dalam keadaan sulit dan biji-bijian di pasar sangat minim, maka menyerahkan biji-bijian tersebut lebih baik daripada uang mempertimbangkan kemaslahatan fakir miskin.

Hikmah disyariatkannya zakat fitrah adalah untuk kemaslahatan fakir miskin dan mencukupi mereka di hari kaum Muslimin saling berbahagia. Al-Allamah Ahmad bin Shiddiq al-Ghumari menulis sebuah kitab berjudul Tahqiq al-'Amal fi Ikhraj Zakah al-Mal. Dalam kitab tersebut beliau menguatkan pendapat ulama madzhab Fiqh Hanafi dengan banyak dalil dan pendapat hingga mencapai 32 pendapat. Karena itu, hemat kami pendapat yang ulama yang membolehkan mengeluarkan zakat dengan harga makanan lebih unggul dan lebih cocok untuk diterapkan pada zaman sekarang. 

Wallahu Ta'ala A'lam 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar